Pengaruh Indian Dipole terhadap Iklim di Indonesia
Latar Belakang
Sebelumnya, mari kita sedikit mereview berita-berita yang pernah kita lihat. Kenapa ada warga di suatu perkampungan yang hanya untuk mendapatkan beberapa liter air bersih saja harus menempuh jarak lebih dari 1-4 kilometer, Sedangkan di wilayah lain air begitu sangat melimpahnya sehingga terkadang menyebabkan banjir. Ini jelas merupakan salah satu bentuk ketidakseimbangan yang diakibatkan tidak meratanya curah hujan yang terjadi, yang bisa dikatakan ini merupakan salah satu efek dari “G L O B A L WARMING”, atau pemanasan global.
Seperti kita ketahui bahwa iklim merupakan rata-rata keadaan cuaca pada cakupan wilayah yang luas dan dalam jangka waktu panjang. Iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh letak geografisnya yang terletak di khatulistiwa / ekuator sehingga Indonesia sangat dipengaruhi oleh dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur.
Angin Muson di Indonesia
Angin muson barat merupakan angin yang bertiup pada periode Bulan Oktober hingga April. Angin ini bertiup saat matahari sedang menyinari belahan bumi bagian selatan, yang menyebabkan benua Australia mengalami musim panas, sehingga bertekanan minimum dan Benua asia lebih dingin, sehingga tekananya maksimum. Seperti yang kita ketahui bahwa angin akan bertiup dari daerah yang bertekanan maksimum ke daerah yang bertekenan minimum, (atau yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah) sehingga angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia, dan karena menuju Selatan Khatulistiwa/Ekuator, maka angin akan dibelokkan ke arah kiri. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara (Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan).
Sedangkan angin muson timur merupakan angin yang bertiup pada periode Bulan April hingga bulan Oktober . Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi bagian utara, sehingga menyebabkan benua Australia mengalami musim dingin, sehingga bertekanan maksimum dan Benua asia lebih panas, sehingga tekananya minimum, sehingga angin bertiup dari benua Australia menuju benua Asia, dan karena menuju Utara Khatulistiwa/Ekuator, maka angin akan dibelokkan ke arah kanan. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim kemarau akibat angin tersebut melalui gurun pasir di bagian utara Australia yang kering dan hanya melalui lautan sempit.
Akhir-akhir ini pergantian musim seringkali dirasakan tidak sesuai dengan perkiraan waktu yang diperkirakan. Tidak jarang jika kita terkadang mendapatkan musim kemarau yang lebih panjang, dan tidak jarang pula kita mendapatkan hujan yang begitu sering pada musim kemarau. Akibatnya jelas sering kita lihat baik di media cetak ataupun elektronik bencana-bencana yang sering melanda wilayah Indonesia yaitu banjir bandang, tanah longsor pada musim hujan dan bencana kekeringan pada musim kemarau.
Pengaruh Indian Dipole terhadap Perubahan Iklim di Indonesia
Sebenarnya fenomena Indian Dipole tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada fenomena El-Nino dan La- Nina, namun ada perbedaan pada apa yang menyebabkannya dan dimana terjadinya. Sama halnya dengan fenomena El Nino yang disebabkan oleh Indeks Osilasi Selatan (indeks perbedaan tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan permukaan laut di Darwin/Australia), maka fenomena Indian Dipole lebih diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu permukaan air laut di bagian Barat Samudera Hindia (daerah 50o-70o BT dan 10o LS – 10o LU) dan suhu permukaan air laut di bagian Timur Samudera Hindia (daerah 90o-110o BT dan 10o LS – 0o LU). Jadi bisa dikatakan jika fenomena El-Nino dan La-Nina disebabkan oleh adanya perbedaan “tekanan”, sedangkan fenomena Indian Dipole disebabkan oleh adanya perbedaan “suhu” pada permukaan air laut.
Indeks perbedaan suhu permukaan air laut disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin besar nilai indeks ini, maka akan semakin kuat fenomena Indian Ocean Dipole ini dan semakin besar dan fatal akibat yang akan ditimbulkan oleh fenomena ini.
Fenomena Indian Ocean Dipole dimulai pada bulan Mei atau Juni,dan akan mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan akan berakhir pada bulan November atau Desember. Ini mengakibatkan Indonesia yang biasanya mengalami musim hujan mulai bulan Oktober, akan sedikit mengalami perpanjangan musim kemarau. Kondisi kemarau di Indonesia akan semakin parah apabila fenomena Indian Ocean Dipole diikuti oleh fenomena El Nino. Jika kedua fenomena ini terjadi secara berurutan,seperti pada tahun 1997 – 1998, maka Indonesia akan mengalami musim kemarau yang panjang dan sangat merugikan, dari bulan Juni hingga bulan Februari tahun berikutnya.
Mengenai kapan fenomena Indian Ocean Dipole akan terjadi memang sulit diprediksi. Akan tetapi, sudah ada beberapa upaya para ilmuwan untuk mempertepat perkiraan akan munculnya gejala penyimpangan cuaca ini yang telah banyak mendatangkan berbagai kerugian. Contohnya seperti bencana kekeringan yang sangat merugikan terutama pada bidang-bidang seperti pertanian,perikanan,peternakan,dan lainnya.
Beberapa upaya yang sudah dilakukan, misalnya oleh dua orang ilmuwan di Jepang,yang bernama Professor Toshio Yamagata dan Dr. N. H. Saji. Kedua ilmuwan ini telah melakukan analisa terhadap data suhu permukaan air laut di Samudera Hindia pada periode tahun 1958 sampai dengan tahun 1998 dan mengaitkan bencana banjir di benua Afrika bagian timur pada tahun 1961 dan bencana kekeringan di Indonesia pada tahun 1994 dan 1997 dengan anomali pembetukan dua kutub suhu permukaan air laut di Samudera Hindia.
adakah pengaruh dr perubahao iklim terhadap sektor ekonomi?
komen balik di jimmykalther.Wordpress.com
dampak perubahan iklim disektor ekonomi global tentunya sangat berperngaruh,,
kita ambil saja contoh di sektor import eksport barang,,
import eksport barang yang terutama menggunakan jasa perhubungan laut akan terganggu terutama pada jadwal pengiriman disebabkan cuaca atau arus laut yang terus berubah – berubah !!!